SUMBAWA, gema-news.com – Komisi II DPRD Kabupaten Sumbawa menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dinas terkait dan Asosiasi Pengusaha Tambak pada Rabu (7/5/2025) untuk membahas permasalahan perizinan tambak udang yang dinilai krusial. Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi II I Nyoman Wisma tersebut mengungkap temuan mengejutkan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa sekitar 90% tambak udang di Kabupaten Sumbawa diduga tidak memiliki izin resmi.
Diawal RDP, Rosihan dari Presideum ITK (Intitut Tranparansi Kebijakan ) Kabupaten Sumbawa , menyampaikan data dugaan pelanggaran izin tambak yang tersebar di berbagai wilayah Sumbawa. Ia mendesak Dinas terkait untuk menindak tegas pelanggaran izin AMDAL, IPAL, izin pantai, hingga konstruksi jaringan listrik yang melibatkan PLN. Komisi DPRD juga meminta klarifikasi langsung dari Dinas terkait atas temuan KPK tersebut.
Rosihan mengingatkan bahwa KPK telah memberikan waktu enam bulan kepada pengusaha tambak untuk mengurus izin resmi (AMDAL, UKL-UPL, SIUP, dll.). DPRD meminta penegasan rekomendasi bersama terkait temuan KPK ini demi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor tambak.
Perwakilan Dinas Perizinan (DPMPTSP) Wati Sudarman menjelaskan bahwa pihaknya hanya mengeluarkan Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem OSS. Izin resmi lainnya (sertifikat standar) diterbitkan setelah pengusaha memenuhi persyaratan. Fokus pembahasan awal adalah pada perusahaan tambak di dua kecamatan dan tiga desa. Dinas juga menyebutkan status perizinan beberapa perusahaan, di mana sebagian masih menunggu pembayaran PNBP, sementara yang skala kecil sudah terbit otomatis di OSS.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Rahmat Hidayat SPi MT., memaparkan regulasi perizinan berusaha berbasis risiko melalui sistem OSS. Persyaratan dasar meliputi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dari Dinas PUPR dan izin lingkungan dari Dinas LH. Kabid Perikanan Naeli Zakiyah kemudian menyampaikan kondisi lima sampel tambak yang disoroti ITK, di mana sebagian besar masih berupa lahan kosong meskipun rekomendasi teknis perizinan sudah dikeluarkan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Syafruddin Nur menegaskan bahwa permasalahan izin tambak bukan hal baru. Pihaknya telah menyepakati dengan KPK untuk memberikan waktu maksimal enam bulan kepada perusahaan tambak yang belum lengkap izin lingkungannya untuk menyelesaikan persyaratan. Jika tidak, operasional tambak akan dihentikan. Untuk tambak skala kecil (di bawah 10 hektar), persetujuan lingkungan terbit otomatis berupa SPPL berdasarkan pernyataan kesanggupan pengusaha.
Perwakilan Asosiasi Pengusaha Tambak Kabupaten Sumbawa , H. Nurdin Marjuni, SH memberikan penjelasan terkait kondisi perizinan dan operasional tambak di wilayah Sumbawa. Dari sekitar 180 lebih tambak yang terdaftar, hanya sekitar 95 yang masih aktif dan sebagian besar mengalami pasang surut operasional bahkan tutup. Saat ini, diperkirakan ada sekitar 70-an tambak yang berjalan atau baru akan memulai kembali, yang sebagian besar sedang dalam proses perpanjangan izin.
Asosiasi menyatakan kesepakatannya untuk mempercepat pengurusan izin sesuai regulasi baru. Jika pengusaha mampu memperpanjang izin, mereka akan melanjutkan usaha, namun jika tidak, mereka akan menutup operasional.
Asosiasi menekankan bahwa sistem perizinan saat ini bersifat online, namun prosesnya kompleks dan memakan waktu. Contohnya, izin pemasangan pipa bawah laut diajukan ke pusat, sementara izin lainnya diurus di kabupaten dan provinsi. Terdapat belasan jenis izin yang tersebar di berbagai tingkatan birokrasi, mulai dari desa hingga pusat. Pengurusan izin secara simultan ke berbagai instansi (PU, LH, dll.) menjadi kendala karena adanya persyaratan bertahap berdasarkan luas lahan dan jenis izin.
Meskipun demikian, Asosiasi menyatakan akan tetap mengacu pada peraturan yang berlaku dan kesepakatan dengan perwakilan KPK terkait tenggat waktu penyelesaian izin. Tenggat waktu pertama adalah 6 bulan hingga 10 September 2025, yang dianggap sebagai tahap awal untuk mengidentifikasi tambak yang belum selesai mengurus izin. Asosiasi juga menyampaikan kendala di lapangan terkait pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang memerlukan proses yang lebih rumit dan memakan waktu, terutama di tengah musim hujan.
Di akhir RDP, Pimpinan Komisi II I Nyoman Wisma didampingi anggota DPRD lainnya mengeluarkan rekomendasi agar Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa mengawal penegakan hukum perizinan tambak sesuai kesepakatan dengan KPK dan Asosiasi Pengusaha Tambak, dengan batas waktu hingga 10 September 2025. DPRD juga meminta Pemda melakukan monitoring, evaluasi, serta pembinaan kepada pengusaha tambak di Kabupaten Sumbawa. (GM)