SUMBAWA, gema-news.com – Kuasa Hukum Sangka Suci dkk., Kusnaini, S.H., M.H., memberikan klarifikasi terkait sengketa lahan di wilayah SAMOTA yang saat ini tengah berproses hukum di Pengadilan Negeri Sumbawa Besar.

Dalam jumpa pers pada Senin (1 September 2025) di Hotel Grand Samota, Kusnaini menyebut bahwa kliennya, Sangka Suci dan kawan-kawan yang merupakan ahli waris dari almarhum I Gede Bajre, telah mengambil langkah hukum melalui kerja sama dengan dua kantor hukum. Kantor Hukum Kusnaini & Partners dan Kantor Hukum Umaiyah & Partners.

Ditegaskan bahwa I Gede Bajre memperoleh tanah di kawasan Samota melalui transaksi jual beli dengan 67 pemilik awal pada tahun 1995, disertai dokumen sah antara lain: Daftar Keterangan Objek Pajak, Surat Keterangan Tanah, Surat Keterangan Pemilikan/Penguasaan Tanah, Surat Petikan Pajak dan Bukti Pembayaran PBB Tahun 1990/91, Surat Kuasa Menjual yang diketahui Panitera Pengadilan Negeri, Surat Persetujuan Istri Penjual dan Kwitansi Pembayaran.

Kusnaini menjelaskan bahwa perjuangan hukum ini dilakukan bukan hanya untuk memperoleh kembali hak atas tanah warisan, tetapi juga untuk memberikan kepastian hukum terhadap status tanah di kawasan strategis Samota yang telah dicanangkan pemerintah sebagai zona pengembangan pariwisata.

“Kami ingin menghilangkan stigma bahwa tanah di wilayah Samota adalah ‘tanah bermasalah’. Dengan adanya putusan pengadilan, akan muncul kepastian hukum bagi siapa pun yang ingin berinvestasi di wilayah ini,” tegasnya.

Sejauh ini katanya, sudah terdapat tiga gugatan yang telah diputus, termasuk Perkara Nomor 8/Pdt.G/2024/PN Sbw dengan Arifin Effendi dkk sebagai tergugat. Dua perkara lainnya kini sedang menunggu putusan kasasi dari Mahkamah Agung, sementara lima gugatan lain masih berjalan di Pengadilan Negeri Sumbawa. Tiga pihak bahkan telah menyelesaikan perkara secara damai, yakni Itje Roda Mas, Adiman, dan almarhum Ramli Cahyadi—lokasi yang kini menjadi kawasan perumahan Beranda Samota.

Terkait pernyataan Arifin Effendi dan kuasa hukumnya yang beredar di media sosial dan kanal YouTube Cumicumi.com, Kusnaini memberikan beberapa klarifikasi penting:

Gugatan sebelumnya (Perkara Nomor 25/Pdt.G/2024/PN Sbw) berstatus NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) karena kurang pihak, tidak menarik M. Bakhtiar sebagai pihak tergugat awal, padahal ia menjadi asal perolehan bagi tergugat lainnya.

Dalam perkara Nomor 8/Pdt.G/2024/PN Sbw yang telah diputus pada 12 Agustus 2025, Majelis Hakim mengabulkan sebagian gugatan para penggugat dan menyatakan bahwa dokumen-dokumen milik I Gede Bajre sah dan memiliki kekuatan hukum.

Majelis Hakim menyatakan bahwa SHM Nomor 1059 atas nama Tergugat III (yang kemudian dibalik nama ke Tergugat IV, Arifin Effendi) tidak memiliki kekuatan hukum karena asal-usul warkah yang cacat. Bukti surat dan saksi yang diajukan penggugat dinyatakan sah, sementara para tergugat tidak bisa membuktikan alur kepemilikan secara sah.

M. Bakhtiar, yang disebut sebagai asal perolehan, dalam persidangan justru mengakui tidak pernah menjual tanah kepada tergugat II (Haji Subandi). Maka, secara hukum, penerbitan SHM tersebut dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum.

Pernyataan kuasa hukum pihak tergugat yang menyebut para penggugat hanya bermodal surat ahli waris juga dibantah keras. Kusnaini menyebut tudingan tersebut sebagai fitnah dan tidak berdasar.

“Kami mengajukan dokumen sah dan saksi di persidangan. Bahkan dalam sidang pemeriksaan setempat, penggugat dapat menunjukkan batas-batas tanah secara jelas. Tuduhan dokumen palsu seharusnya dibuktikan lewat proses hukum, bukan sekadar opini di media,” tegasnya.

Kusnaini juga mengutip sejumlah yurisprudensi Mahkamah Agung sebagai dasar hukum perjuangan kliennya:

Yurisprudensi MA No. 665/Sip/1979: Jual beli yang dilakukan secara adat, disaksikan kepala kampung dan saksi, serta disertai pembayaran, sudah sah meskipun belum di hadapan PPAT.

Yurisprudensi MA No. 952K/Sip/1974: Jual beli sah apabila memenuhi syarat hukum adat dan KUHPer.

Yurisprudensi MA No. 327K/Sip/1976: Sertifikat tidak menutup kemungkinan untuk digugat jika terdapat cacat hukum.

Yurisprudensi MA No. 504PK/Pdt/2001: Jual beli bisa dinyatakan batal jika terbukti didahului oleh iktikad tidak baik.

Kusnaini menegaskan bahwa perjuangan hukum ini bukan untuk menciptakan kegaduhan, melainkan sebagai bagian dari tanggung jawab warga negara dalam mencari keadilan dan kepastian hukum.

“Tanah Samota bukan tanah konflik, tapi tanah yang tengah dicari kejelasannya secara hukum. Kami percaya bahwa proses peradilan akan memberikan jawaban yang adil dan konstitusional,” pungkas Kusnaini. (GM)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini